Sumber Gambar : SciencePoles

ARTICLE

Paleo-klimatologi mempelajari iklim bumi di masa lalu dengan menggunakan data
dari arsip geologi seperti lingkaran pohon, sedimen dasar laut, inti es, terumbu
karang, dan serbuk sari. Data ini disebut sebagai "climate proxy" yang berfungsi
sebagai karakteristik fisik dari lingkungan yang terawetkan untuk memverifikasi
kondisi iklim terdahulu. Isotop stabil digunakan untuk merepresentasikan suhu dan
volume es hingga 700 ribu tahun lalu, membantu menggambarkan fase glasial dan
interglasial.

Studi tentang iklim masa lalu penting untuk memahami perubahan iklim yang terjadi
tanpa campur tangan manusia. Selain itu, mempelajari masa lalu membantu
meramalkan skenario iklim di masa depan. Fenomena seperti precession, obliquity,
dan eccentricity—yang dikenal sebagai siklus Milankovitch—berpengaruh pada
jumlah sinar matahari yang masuk ke bumi, sehingga berdampak pada perubahan
iklim secara alami.

Model iklim memainkan peran penting dalam menganalisis mekanisme iklim masa
lalu dan masa depan. Sebelum model dijalankan penuh untuk simulasi iklim paleo,
diperlukan tahap kontrol dengan menjalankan simulasi kondisi pra-industri. Tahap ini
bertujuan untuk menstabilkan model dan memastikan kualitasnya. Salah satu
temuan penting adalah pemanasan signifikan yang terjadi di wilayah kutub selama
MIS 11 (periode interglasial sekitar 400 ribu tahun lalu). Pemanasan ini disebabkan
oleh remnant effect (penyimpanan panas lebih lama di laut) dan pengaruh gas
rumah kaca yang kuat.

Vegetasi juga berperan penting dalam eksperimen iklim karena memengaruhi siklus
karbon dan pola iklim secara keseluruhan. Melibatkan vegetasi dalam model iklim
dapat meningkatkan akurasi prediksi, terutama dalam memahami interaksi antara
atmosfer dan biosfer.

Memahami iklim masa lalu adalah kunci untuk memprediksi dan merespons
perubahan iklim di masa depan. Dengan mengkaji variabilitas alami iklim melalui
model dan data geologi, kita dapat lebih memahami faktor-faktor yang memengaruhi
perubahan iklim global. Tantangan terbesar adalah memastikan model iklim yang
digunakan akurat dan mampu mencerminkan kondisi nyata, serta pentingnya
mengedukasi publik agar lebih sadar akan dampak perilaku mereka terhadap iklim.

Sesi Tanya Jawab
Pada sesi tanya jawab, beberapa pertanyaan menarik muncul. Misalnya, Dwica
bertanya mengenai target IPCC (The Intergovernmental Panel on Climate Change)
untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celsius dibandingkan era pra-
industri. Dari hasil analisis gas rumah kaca, kenaikan suhu saat ini bersifat
eksponensial dan lebih tinggi dibandingkan periode iklim serupa di masa lalu.

Dony mengangkat isu validasi model iklim, khususnya untuk wilayah Indonesia, dan
relevansi temuan ilmiah bagi masyarakat umum. Validasi model iklim dapat
dilakukan dengan membandingkan data model dengan local climate proxy (contoh
kasus puncak es Jayawijaya), seperti isotop dari inti es. Hal ini penting untuk
memperbaiki model iklim agar lebih akurat. Selain itu, Dony menekankan pentingnya
mengkomunikasikan temuan ilmiah kepada publik. Edukasi iklim bisa dimulai dari hal
sederhana, seperti memperkenalkan perbedaan emisi antara transportasi kereta dan
pesawat. Selama pandemi, penurunan emisi karbon dioksida dari transportasi
memberikan gambaran nyata tentang dampak perilaku manusia terhadap iklim.

Catatan:
Tulisan ini dikembangkan berdasarkan acara Diskursus (Diskusi Urusan Khusus)
Klaster Perubahan Ikim – Doctrine UK yang diadakan pada 24 April 2024. Acara ini
mengundang Rima Rachmayani (Program Studi Oseanografi, Institut Teknologi
Bandung) sebagai narasumber dan dimoderasi oleh Hanif Santyabudhi S.
(University of Southampton).

Dokumentasi acara