PHD LIFE HACKS

Penulis: Gilang Maulana Majid, PhD (Alumni School of Hospitality and Tourism Management, University of Surrey)

Saya tiba di Inggris untuk memulai PhD pada Oktober 2021. Pada Januari 2024, saya sudah menyelesaikan sebagian besar penulisan tesis. Alhamdulillah, saya lulus ujian viva voce lewat PhD by Publication pada Juli 2024 dengan minor corrections. Pada September 2024, saya akan memulai karir baru sebagai CEO di sebuah perusahaan manajemen aset yang dimiliki oleh Bupati Ngawi, kampung halaman saya.

Sebelum ujian viva voce, saya sudah berhasil menerbitkan dua artikel di Journal of Travel Research (ABS 4, Q1, ABDC 4*) dan Journal of Sustainable Tourism (ABS 3, Q1, ABDC 4*); satu artikel lainnya dalam minor revisions, dan satu lagi sedang ditinjau di jurnal yang sama bergengsinya. Saya juga berkesempatan mengikuti work placement di lima institusi berbeda, berkat dukungan dari Locus Scheme, Erasmus+ Traineeship, dan Turing Scheme dari University of Surrey. Selain itu, saya juga menjadi Graduate Teaching Assistant dan asisten peneliti untuk Travel and Tourism Development Index (TTDI) dari World Economic Forum edisi 2024.

Saya ingin berbagi beberapa strategi kerja yang saya terapkan selama PhD di School of Hospitality and Tourism Management, University of Surrey. Semoga tips ini bisa membantu teman-teman yang juga sedang menjalani PhD atau ingin meraih sesuatu yang lebih dalam hidup!

1. Investasi pada Mindset dan Pola Kerja

Tahun pertama saya cukup hectic! Saya bersama istri saya yang sedang kuliah S2 di University of Leeds (dan lulus dengan Individual Performance Award dari School of Media and Communication pada 2022) memiliki bayi berusia lima bulan. Saya juga sedang placement sebagai Sustainability Researcher di 100 Ways in 100 Days Ltd (Locus Scheme), melakukan systematic review untuk publikasi jurnal Q1, dan mempersiapkan confirmation report untuk transfer status PhD.

Salah satu hal terbaik yang terjadi di awal PhD saya adalah saat saya membaca buku Deep Work oleh Cal Newport. Buku ini penuh dengan ide-ide keren dari pengalamannya sebagai early career researcher. Intinya, kita harus tahu kapan harus fokus (deep work) dan kapan bisa multitasking (shallow work). Pekerjaan yang menuntut kreativitas dan energi mental, seperti menulis dan review, masuk dalam kategori deep work. Sedangkan, pekerjaan yang lebih mekanis dan bisa digabung dengan aktivitas lain adalah shallow work.

2. Fokus pada Hal yang Paling Penting

Setiap mahasiswa PhD punya kebutuhan dan tujuan yang berbeda, dan itu tergantung pada apa yang ingin dicapai. Saya menetapkan tujuan ini sejak awal: untuk bisa tampil setara atau sedikit lebih baik dari rekan-rekan saya di bidang saya. Saya melihat rata-rata mahasiswa PhD terbaik di departemen saya menerbitkan dua hingga tiga artikel di jurnal pariwisata teratas. Jadi, saya memutuskan untuk menargetkan empat publikasi di jurnal top sebagai keluaran dari PhD saya.

Kenapa saya fokus pada publikasi di jurnal top? Karena selama PhD, saya tidak terikat dengan universitas atau institusi mana pun. Jadi, publikasi ini adalah currency terkuat saya saat lulus. Saya mengkomunikasikan target ini kepada supervisor saya, dan mereka sangat mendukung—selama saya memenuhi standar yang ditetapkan. Ini membuat saya tidak terlalu fokus pada hal-hal lain seperti prosiding konferensi atau menulis di platform populer.

3. Metode Time-Blocking

Saya bukan tipe yang biasa bekerja dengan jadwal 9-to-5. Saya lebih suka metode time-blocking. Misalnya, saya bisa mengalokasikan satu atau dua minggu untuk fokus menyelesaikan satu manuskrip, dari awal sampai akhir. Semua bahan sudah disiapkan sebelumnya, jadi ketika waktunya tiba, saya tinggal fokus. Ada juga waktu di mana saya bisa sepenuhnya fokus pada proyek sampingan dan olahraga selama seminggu penuh. Time-blocking membantu saya menghindari burnout dan membuat saya lebih produktif. Waktu favorit saya untuk bekerja? Pagi hari setelah mandi dan shalat subuh, saat pikiran masih segar!

4. Boosting Dopamin

Deep work itu melelahkan, dan tanpa perhatian pada kondisi mental dan fisik, kita bisa cepat burnout. Kadang-kadang, saya butuh ‘booster’ dopamin untuk menambah energi dan mood. Beberapa favorit saya: kopi hitam (tanpa gula biar lebih sehat), camilan manis (seimbang dengan olahraga tentunya), fitness (latihan beban dan kardio seperti joging), musik (tergantung mood dan kebutuhan, bisa instrumental atau lainnya), podcast (tentang produktivitas atau hobi), video YouTube, membaca buku favorit, waktu bersama keluarga, dan travelling (tidak harus jauh atau mahal, yang penting seru dan menambah rasa syukur).

5. Komunikasi Terbuka

Sebelum PhD, saya banyak membaca buku dan belajar tentang produktivitas serta keterampilan hidup, sebagian besar dalam bahasa Inggris. Ini sangat membantu saya memahami budaya dan gaya komunikasi di negara-negara maju seperti Inggris. Komunikasi yang baik, empati, terbuka, dan jujur adalah kunci untuk membangun hubungan yang baik dengan pembimbing, kolega, staf kampus, dan atasan di tempat placement. Komunikasi terbuka memudahkan kita untuk meminta bantuan dan mencari solusi bersama ketika menghadapi masalah. Komunikasi terbuka juga penting untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan profesional dan pribadi kita. Keluarga—istri dan anak—adalah sistem pendukung terbesar kita yang paling merasakan dampak dari tekanan kita sebagai mahasiswa PhD. Jadi penting untuk selalu berkomunikasi dengan baik dan memastikan mereka tetap bahagia dan terpenuhi hak-haknya atas perhatian kita. Beberapa sumber yang bagus untuk belajar tentang ini adalah podcast The Diary of A CEO oleh Steven Bartlett atau konten dari Simon Sinek.

Sekian sharingnya dan semoga bermanfaat ya! Salam sukses dan sehat selalu!

Keterangan:

Artikel ini merupakan aset pengetahuan organisasi dengan nomor registrasi DOCTRINE UK No. 2024-08-28-Articles. Doctrine UK tidak bertanggung jawab atas pandangan yang diungkapkan dalam tulisan dan pandangan tersebut menjadi tanggung jawab penulis sepenuhnya.